Alfalfa-cookingfaces-web, 2011. (Foto: Matthias Lothy)

 

Ia belajar seni rupa dan antropologi, tergila-gila pada gastronomi, menyukai fashion dan fotografi. Dalam kepala Lalet, semua ini tidak berada di kotak yang berbeda.

 

Kulit durian menjadi helm, kacang polong menjadi kacamata, wafer menjadi wig. Ini keisengan Enora Lalet yang sebetulnya tidak baru. Perkara utak-atik makanan menjadi busana sudah jamak dilakukan. Namun, kita masih bisa melihat jejak kecermatan eksekusi seniman asal Prancis ini dalam menangani medium hingga mencapai rupa yang menarik.

Setidaknya dalam tahap itu, kepiawaian Lalet menangani tekstur bahan makanan patut diacungi jempol. Ia sadar material. Untuk membuat helm, misalnya, ia memakai durian demi mendapat sensasi kasar di permukaan ketika duri-duri buahnya mengering.

Selain jitunya perhitungan material, pemilihan aneka makanan dalam lanjutan karya Cooking Series yang telah ia mulai sejak 2008 ini juga terasa kontekstual. Sebabnya, selama masa residensi di Selasar Sunaryo, Bandung yang ia jalani sejak Januari tahun ini, Lalet mengambil makanan lokal sebagai material karyanya. Ia mencari barang-barang tersebut di Simpang Dago hingga Pasar Baru.

 

Proses pembuatan karya Enora Lalet di Selasar Sunaryo, Bandung. (Foto: Matthias Lothy)
Proses pembuatan karya Enora Lalet di Selasar Sunaryo, Bandung. (Foto: Matthias Lothy)

 

Pada pameran yang berlangsung di Selasar Sunaryo Art Space, 24 Februari-19 Maret 2017, Lalet menyuguhkan sekitar 20 karya. Tajuk pameran ini “Tata Boga”, tapi sesungguhnya kita bisa melihat banyak lapisan yang lebih dari persoalan makanan.

Ketika makanan-makanan yang dieksekusinya sudah menemukan bentuk baru, sebetulnya karya Lalet sudah selesai secara rupa. Namun, ia tidak berhenti. Ia memasangkan aksesoris dari makanannya tersebut ke tubuh orang-orang yang ia jadikan model. Lalu Matthias Lothy, fotografer yang sudah lama berkolaborasi dengannya, memotret dengan latar belakang gambar penuh warna-warna pastel. Di sinilah, persoalan hubungan makanan dan tubuh diusik.

 

Ulasan lengkap Mencicipi Sepotong Rasa Naif dapat dibaca di majalah SARASVATI edisi Maret 2017.