Digelar untuk kedua kalinya, Jakarta Contemporary Ceramics Biennale kedua (JCCB #2) semakin menegaskan keramik sebagai media yang penting untuk dicermati dalam seni rupa kontemporer. Lantas apa yang membedakan JCCB #2 yang mengusung tema Crafting Identity dengan JCCB #1 yang digelar dua tahun lalu?  

Highlight:

Ketika JCCB #1 berupaya memetakan perkembangan terakhir dari para perupa yang menggunakan keramik dalam berkarya,  kini, JCCB #2 bekerja sama dengan North Art Space (NAS) dan Museum Seni Rupa dan Keramik berusaha membingkai penggunaan keramik dalam karya seni dengan tema besar mengenai “identitas”. Lewat tema ini, JCCB #2 memperlihatkan perkembangan keramik sebagai media ekspresi seni yang dapat mencapai beragam kemungkinan untuk bereksplorasi lebih jauh.

  • Apabila JCCB #1 adalah upaya untuk memetakan pencapaian seni keramik kontemporer, JCCB #2 menarik pemetaaan ini lebih lanjut ke dalam wacana besar mengenai identitas yang dipakai perupa untuk menandai semangat zaman.
  • Seperti halnya dalam JCCB #1, biennale berskala internasional yang kedua ini memperlihatkan kepada para pecinta seni bagaimana perupa keramik mengeksplorasi beragam kemungkinan tak terbatas dengan berbekal tanah liat. Sebagian perupa yang terlibat dalam JCCB #2 ini telah terlibat dalam JCCB #1. Dari sinilah para penggemar seni bisa mengukur perkembangan eksplorasi para perupa sekaligus biennale ini.
  • Membandingkan karya keramik kontemporer Indonesia dengan dunia, kita bisa melihat sejumlah paralel terutama dalam sikap tentang teknologi, lintas-media, benda temuan, dan isu pribadi.

Sejak diadakan pertama kali, JCBB berkomitmen menampilkan karya-karya keramik kontemporer. Pilihan ini menarik karena tak hanya membangun kesadaran publik tentang medium yang sering dilupakan ini, namun juga menampilkan evolusi perkembangan bentuk keramik yang salah satunya bisa dilihat pada karya Prof. Chitaru Kawasaki. Sejumlah kelemahan didapati pada pemilihan tempat penyelenggaran, teknik display, dan keamanan karya. Terlepas dari segala kekurangan tersebut, biennale keramik memacu perkembangan seni rupa keramik yang akan memberikan estetika tersendiri terhadap media tanah liat.

Highlight karya:

Steven Low, Sounding Clay: Didgeridoo; Tromarama, Ons Aller Belang; Hendri Saifulhayat Herres (Heng Heng), Rythm on Breath; Hendrawan Riyanto (1959–2004), Anak dan Ibu Bumi.

Read more…